Sporty Magazine official website | Members area : Register | Sign in

IOCC 2013 Ajang Prestasi dan Prestise

Selasa, 29 Oktober 2013

Share this history on :
LAHIRNYA prestasi atlet adalah berkat adanya kompetisi (kejuaraan). Kesuksesan tersebut tentunya tak terlepas dari pola pembinaan dan kesadaran atlet yang bersangkutan. Tentu hal tersebut memerlukan proses yang sangat panjang. Pola dan program pembinaan atlet dapat berhasil, apabila semua insan yang terkait saling mendukung. Termasuk kemauan si atlet untuk meraih puncak prestasinya. Namun jika si atlet tak mempunyai sikap dan kesadaran untuk meraih sukses, sia-sia lah semua program itu. Semuanya memerlukan proses panjang. Bukan lahir lewat program instan.
Hal itu berlaku di semua cabang olahraga, termasuk olahraga asah otak (catur). PB Percasi selaku induk organisasi cabor catur tak henti-henti dan bosan melahirkan pecatur andal. Yang nota bene bergelar Grand Master baik putra maupun putri. Berbagai cara dan upaya untuk mendongkrak pecatur Indonesia agar kedepannya mempunyai gelar dan elo rating yang cukup tinggi. Yang pada akhirnya mampu mengangkat dan mengharumkan nama bangsa dan Negara Indonesia di ajang multi maupun single event. Seperti kita ketahui sebuah Negara besar dan makmur serta disegani dilihat dari tiga sisi. Salah satunya adalah prestasi olahraganya, disamping tingkat ekonominya yang tinggi serta mempunyai sistem pertahanan yangn kuat karena didukung Militernya yang disegani.
Salah satu gebrakan yang dilakukan oleh Pengurus PB Percasi di bawah Komando Ketua Umumnya Hashim Djojohadikusumo adalah dengan menggelar event besar Indonesia Open Chess Championship (IOCC). Tahun ini adalah pelaksanaan yang ketiga kalinya. Dari tiga pelaksanaan IOCC tak sekalipun pecatur Indonesia meraih gelar nomor bergenggsi. Hal itu wajar sebab para peserta dari mancanegara memiliki elorating di atas rata-rata pecatur Indonesia. PB Percasi sebenarnya sadar hal itu, sangat tak mungkin pecatur Indonesia dapat meraih gelar juara, sebab prestasinya ibarat bumi dan langit. Terakhir adalah IOCC 2013 yang berlangsung pada 10 Oktober-17 Oktober lalu di Ballroom Puri Ratna Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Seperti kita ketahui sang juaranya adalah GM Alexey Dreev pecatur asal Rusia.
Event IOCC sejujurnya adalah moment penting bagi para pecatur Indonesia. Bukannya hanya memiliki kesempatan menjajal kemampuan pecatur berkelas dunia. Namun yang tak kalah pentingnya memanfaatkan event ini sebagai pembelajaran bagi pecatur Indonesia. Kalau kalah sudah hampir dipastikan, namun kekalahan itu membuat kita lebih terpacu lagi.Jika menang itulah hal yang luar biasa. Artinya kita mau belajar lagi dengan menganalisis partai-partai yang sesungguhannya berkelas. Dan belajar teori-teori catur, baik dari teks book maupun dari dunia maya lewat situs-situs catur yang ada.
Ya kesempatan terbuka lebar bagi para pecatur untuk meraih prestasi, namun apa daya semua energi sudah dikerahkan sampai strategi pamungkas pun sudah dikeluarkan. Namun itu tak cukup bagi para pecatur Indonesia untuk meraih sukses di ajang IOCC 2013. Sebab harus diakui para pecatur kita memang kalah kelas. Tapi setidaknya pecatur Indonesia telah memberikan segalanya bagi dirinya dan Bangsa ini. Strategi lain sebenarnya yang mendasari lahirnya turnamen besar seperti IOCC ini adalah agar semua pecatur di tanah air bisa tampil. Sebab bila kita mengacu kepada sebuah turnamen yang sudah masuk kalender induk organisasi catur dunia (FIDE) adalah para peserta yang tampil hampir dipastikan memiliki elorating diatas 2600. Bahkan itu tak cukup, masih harus lewat seleksi, sehingga diberlakukan kebijakan lewat undangan. Itu artinya mereka yang tampil mendapat match fee (uang penampilan). Sehingga semuanya ditanggung panitia, termasuk akomodasi, tiket dan penginapan. Pecatur tinggal main dan berburu hadiah utama.
Hanya GM Utut Adianto lah yang pernah merasakan hal semacam ini. Sebab saat itu Utut yang kini menjadi Anggota Komisi x DPR RI memiliki elorating 2600. Bahkan GM Utut sempat menjuarai Kejuraan Catur Swiss Bield sekitar tahun 1990-an. Prestasi itu menjadi catatan tersendiri bagi Utut. Pasal kejuraan di Swiss itu termasuk turnamen catur yang paling terbesar di tingkat dunia. Pasca Utut tak ada lagi pecatur Indonesia yang memiliki kesempatan seperti itu. Alasannya adalah tak memiliki elo rating yang sanggup menyamai Utut. Jangankan juara untuk tampil pun sangat sulit. Kalau pun berangkat ke sana hanya sebagai penonton. Artinya hanya sebagai plesir, tak mendapatkan ilmu dan kesempatan bertanding.
Akibat sulitnya para pecatur Indonesia untuk dapat tampil di sebuah turnamen besar, sehingga PB Percasi mengambil sikap menggelar event sebesar IOCC. Dimana mengundang para pecatur berkelas dunia. Itu artinya memberikan kesempatan kepada para pecatur Indonesia untuk mengasah kemampuan dan pengalaman bertanding. Disamping itu memberikan kesempatan kepada para pecatur lainnya untuk meraih norm gelar, baik norm GM (Grand Master) maupun Internasional Master (IM). Bahkan tiap tahun penyelenggraan IOCC meningkatkan Total hadiahnya serta meningkatkan mutu turnamen, dengan menghadirkan pecatur berkelas.
Memang tak semua para pecatur Indonesia yang sukses dan berhasil mencapai target di IOCC 2013 ini. Tercatat hanya empat pecatur Indonesia, Anjas Novita, Masruri Rahman, Mohamad Ervan, dan Dewi AA Citra yang berhasil meraih norma master internasional. Namun kita yakin suatu saat nanti para pecatur Indonesia minimal dapat menyamai prestasi yang pernah ditorehkan oleh GM Utut Adianto. Dengan catatan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi kepada mereka untuk bertanding di turnamen yang berkelas dan bergenggsi. Kita berharap PB Percasi tetap konsisten menggelar event IOCC, apalagi turnamen ini sudah menjadi kalender FIDE. Jangan bosan dan kapok, walau pun pecatur kita belum menjadi juara. Berkaca dari Federasi catur Swiss pun tak pernah merasa bosan dan kapok untuk menggelar Turnamen Swiss Bield yang kini sudah memasuki usia 46 tahun (1967). Kendati sejak event itu digelar pada tahun 1967 tak seorang pecatur Swiss yang pernah menjadi juara. Demikian halnya dengan pesaing kita Filipina sejak menggelar Turnamen besar Gloria Arroyo Macapagal (GAM), yang sudah memasuki tahun kelima. Prestasi pecatur mereka mulai bangkit, bahkan kini mereka memiliki sekitar puluhan pecatur yang bergelar GM. Prestasi itu tak terlepas dari gelaran GAM. Pada suatu kesempatan GM Utut pernah menyatakan bahwa para pecatur kita hanya rajin latihan setiap kali mau menghadapi turnamen. Selebihnya tak pernah mau belajar. “Kesadaran itu lah hal yang terpenting dalam dunia catur. Sehingga setiap saat tetap latihan. Dengan memakai prinsip latihan seperti bertanding dan bertanding seperti latihan. Saya yakin suatu saat pecatur Indonesia bakal menyamai prestasi terdahulunya,” kata Utut.
Harapan kita dari ajang IOCC pecatur Indonesia sanggup bersaing dan masuk grade selevel dunia. Sehingga pecatur kita akan disegani oleh pecatur dunia. Pada akhirnya setiap pecatur dunia tampil di Indonesia tak sekali pun menganggap remeh dan menyepelekan pecatur kita. Terimah kasih kepada PB Percasi yang tiada hentinya melahirkan pecatur andal. Kita berharap setiap tahun Event IOCC mengalami peningkatan untuk Prize Money. Sehingga kedepannya bisa selevel dengan kelas Turnamen Catur Swiss Bield dari segi jumlah hadiah. Saat ini Swiss Bield menyediakan total hadiah 500.000 US Dollar, artinya lima kali disbanding IOCC. Atau minimal menyamai Turnamen Catur Abu Dhabi Open yang menyediakan sekitar 250.000 US Dollar. Jangan pernah berhenti berkarya, majulah terus. Sukses buat kita semua. Bravo PB Percasi Gen Una Sumus. Joko Hambardan (Jordan), penulis adalah wartawan SIWO PWI Jaya dan Olahragaonline.com

Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : wartaolahraga@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...