Sporty Magazine official website | Members area : Register | Sign in

PSSI Larang Klub Ikut Piala Kemerdekaan

Sabtu, 27 Juni 2015

Share this history on :
PSSI mengeluarkan larangan untuk para anggotanya mengikuti Piala Kemerdekaan yang merupakan turnamen buatan pemerintah. Larangan ini, seperti diatur dalam statuta PSSI di Pasal 4 huruf a,d,e,f dan g tentang kewajiban PSSI adalah untuk melindungi kepentingab anggotanya dalam mengembangkan sepak bola.

Keputusan itu menanggapi adanya undangan yang dikirimkan Tim Transisi bentukan Menpora untuk mengikuti turnamen Piala Kemerdekaan. Juru bicara PSSI Tommy Welly dalam jumpa pers yang digelar di Kantor PSSI, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6/2015), mengatakan jika klub-klub anggota telah berkonsultasi dengan PSSI terkait dengan undangan kompetisi, untuk meminta arahan.

"Sudah jelas dari konteks sepak bolanya, surat dari sana tidak ada kejelasan antara turnamen atau kompetisi. Kompetisi itu, timnya bukan undangan, lalu ada asas sporting meriednya, dan ada promosi degradasinya. Dari istilah ini saja sudah rancu jadi tidak lazim. Waktunya saja kurang dari tiga minggu, sementara sulit untuk sebuah kompetisi dilakukan dalam tiga minggu," katanya.

Tommy menjelaskan, dalam surat yang ditujukan ke klub Divisi Utama itu juga melampirkan perjanjian partisipasi. Dimana klub harus mematuhi FIFA law of the game, lalu juga ada mengenai sanksi. "Semua sangat rancu. Karena di satu sisi, Tim Transisi bukan anggota FIFA dan bukan badan yang dikenal FIFA. Tapi, mereka menggunakan law of the game. Ini kontradiktif dan tidak lazim," katanya.

Salah satu kelaziman lain yang disorotnya yakni, pada poin sanksi di surat perjanjian partisipasi tersebut. Dimana dalam poin E dijelaskan bahwa peserta Piala Kemerdekaan harus selesaikan seluruh pertandingan. Apabila dilanggar akan disanksi sesuai peraturan perundang-undangan. "Ini tidak lazim. Kami harus proteksi klub anggota agar tidak bermasalah di kemudian hari," katanya.

Melihat konteks tersebut, maka menurut Tommy, pihak PSSI pun perlu menyampaikan beberapa hal. Pertama, Tim Transisi dilarang/tidak boleh melakukan fungsi dan kewenangan sebagai induk cabang olah raga (PSSI). Seperti yang diatur dengan jelas pada UU No.3/2005, serta PP No.16/2007 dan PP. No.17/2007. Bahwa yang dapat bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kejuaraan olahraga pada tingkat nasional berdasarkan Pasal 48 ayat 2 UU SKN dan Pasal 27 ayat 2 PP 17/2007 tentang penyelenggaraan pekan dan kejuaraan olah raga adalah Induk Organisasi Cabang Olahraga, yang dalam hal ini PSSI.

"Karena itu Piala Kemerdekaan bukan menjadi tanggung jawab kami sebab tidak melalui persetujuan PSSI, dan itu kami anggap sebagai kegiatan yang melanggar hukum atau turnamen yang ilegal berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat 2 UU SKN setiap kejuaraan olahraga yang mendatangkan massa penonton yang banyak harus meminta rekomendasi dari PSSI. Jika tidak ada maka itu akan dianggap ilegal dan bagi penyelenggara dapat dikenakan sanksi Pidana berupa penjara 2 tahun atau denda 1 Milyar Rupiah berdasarkan ketentuan pada Pasal 89 ayat 1 UU SKN," katanya.

Kedua, berdasarkan perjanjian partisipasi Klub yang diberikan Tim Transisi kepada calon peserta, dikatakan di poin kedua bahwa klub menjamin, membebaskan dan melepaskan Tim Transisi Kemenpora terhadap segala tuntutan dari pihak manapun. Hal itu dinilainya sebagai sebuah tindakan untuk mempersulit klub peserta, karena sudah barang tentu kegiatan tersebut ilegal dan sudah ada bentuk sanksi Pidananya sebagaimana yang sudah disebutkan di atas.

"Kami berharap para peserta tidak terjebak dengan perjanjian partisipasi pada Piala Kemerdekaan. Bila mereka menandatangani, maka klub tidak mampu melakukan tuntutan kepada Tim Transisi. Karena mereka sudah tahu kegiatan itu ilegal dan merugikan klub," ungkap Tommy.

Hal lain, yang menurutnya harus dipertanyakan adalah mengenai biaya Piala Kemerdekaan. Dari mana biaya tersebut? Menurut Tommy apabila anggarannya diambil dari DIPA anggaran Kemenpora, maka itu adalah hal yang mustahil. Karena, ujarnya, anggaran untuk penyelenggaraan kegiatan Tim Transisi tidak ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kemenpora tahun 2015.

"Di dalam APBN tidak ada mata anggaran untuk olahraga profesional, karena pembiayaan olahraga profesional sudah diharamkan sejak tahun 2011 dan apabila pendanaannya berasal dari swasta atau sponsor, hal itu harus dipertanyakan kembali karena pihak swasta tidak bisa tiba-tiba memberikan sponsor atau bantuan atau hibah kepada pemerintah," jelasnya.

Tommy mengatakan jika Kemenpora dan Tim Transisi harus mengetahui terlebih dahulu bentuk dana dari swasta tersebut apakan berupa pinjaman atau hibat. Karena, katanya, pemerintah tidak bisa tiba-tiba menerima dana dari swasta. "Karenanya jalurnya harus sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama PP 10 tahun 2011 tentang tatacara penerimaan pinjaman luar negeri dan hibah dan PP 45 tahun 2013 tentang pelaksanaan APBN," ucap Tommy menjelaskan.

Sementara itu Direktur Legal PSSI, Aristo Pangaribuan menambahkan jika keberadaan tim transisi, tidak memiliki legal standing. Menurutnya, ada penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan SK pembekuan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sampai ada putusan yang mengikat. Tapi sayang pihak Kemenpora tidak mengindahkan putusan peradilan.

"Kedua terkait kompetisi. Dalam UU SKN dan PP sudah jelas pengaturannya terkait domain induk cabor, sebab sepak bola tidak boleh di campur dengan politik. Anggaran penyelenggaraan pun jadi masalah, karena pemerintah memang tidak boleh mengeluarkan sembarang uang rakyat dan tidak boleh pemerintah juga memakai dana swasta. Lalu dimana letak transparansinya," kata Aristo. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk proteksi PSSI terhadap anggotanya agar tidak terjebak. (Jordan)

Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : wartaolahraga@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...